Sabtu, 09 Mei 2015

ULAMA ULAMA AHLUSSUNNAH WALJAMAAH





Nama-nama para Ulama ahlul hadist Para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in, 
Bismillahirrahmanirrahiim.
Nama-nama para ulama ahlul hadist di mulai dari zaman sahabat hingga sekarang yang mashur.
1. Khalifah ar-Rasyidin :
* Abu Bakar Ash-Shiddiq
* Umar Bin Al-Khaththab
*Usman Bin Affan
* Ali bin Abi Thalib
Para Ulama Ahlul Hadist
2. Al-Abadillah :
* Ibnu Umar
* Ibnu Abbas
* Ibnu Az-Zubair
* Ibnu Amr
* Ibnu Mas’ud
* Aisyah binti Abu Bakkar
* Ummu Salamah
* Zainab binti Jahsy
* Anas bin Malik
* Zaid bin Tsabit
* Abu hurairah
* Jabir bin Abdillah
* Abu sa’id Al-Khudri
* Muadz bin Jabal
* Abu Dzar Al-Ghifari
* Sa’ad bin Abi Waqqash
* Abu Darda’
3. Para Tabi’in :
* Sa’id bin Al-Musayyab wafat 90H
* Urwah bin Zubair wafat 99H
* Sa’id bin Zubair 95H
* Ali bin Al-Husain Zainal Abidin wafat 93H
* Muhammad bin Al-Hanafiyah wafat 80H
* Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud wafat 94H
* Salim bin Abdullah bin Umar wafat 106H
* Al-Qasiim bin Muhammad bin Abi Bakr As-Shiddiq
* Al-Hassan Al-Bashri wafat 110H
* Muhammad bin Sirin wafat 110H
* Umar bin Abdul Aziz wafat 101H
* Nafi’ bin Hurmuz wafat 117H
* Muhammad bin Syihab Az-Zuhri wafat 125H
* Ikrimah wafat105H
* Asy-Sya’by wafat 104H
* Ibrahin An-Nakha’i wafat 96H
* Aqamah wafat 62H
4. Para Tabi’ut Tabi’in :
* Malik bin Anas wafat 179H
* Al-Auza’iy wafat 157H
* Sufyan bin Sa’idAts-Tsaury wafat 193H
* Sufyan bin Uyainah wafat 193H
* Al-Laist bin Sa’ad wafat175H
* Syu’bah bin Al-Hajjaaj wafat 160H
* Abu Hanifah An-Nu’man wafat 150H
5. Atba’ Tabi’it Tabi’in : Setelah para Tabi’ut Tabi’in :
* Abdullah bin Al-Mubarrak wafat 181H
* Waki’ bin Al-Jarrah wafat 197H
* Abdurrahman bin Mahdiy wafat 198H
* Yahya bin Sa’id Al-Qaththan wafat 198H
* Imam Syafi’i wafat 204H
6. Murid Atba’ Tabiut Tabi’in :
* Ahmad bin Hambal wafat 241H
* Yahya bin Ma’in wafat 233H
* Ali bin Al-Madiniy wafat 234H
* Abu Bakar bin Abi Syaibah wafat 235H
* Ibnu Rahawaih wafat 238H
* Ibnu Qutaibah wafat 236H
7. Kemudian murid-muridnya seperti :
* Al-Bukhari wafat 256H
* Al-Muslim wafat 271H
* Ibnu Majah wafat 273H
* Abu Hatim wafat 277H
* Abu Zur’ah wafat 264H
* Abu Dawud wafat 275H
* At-Tirmidzi wafat 279H
* An-Nasa’i wafat 234H
8. Generasi berikutnya : orang-orang generasi berikutnya yang berjalan di jalan mereka adalah : * Ibnu Jarit Ath-Thabary wafat 310H
* Ibnu Khuzaimah wafat 311H
* Muhammad bin Sa’ad wafat 230H
* Ad-Darruquthni wafat 385H
* Ath-tahawi wafat 321H
* Al-Ajurri wafat 360H
* Ibnu Hibban wafat 342H
* Ath-Tabaraniy wafat 360H
* Al-Hakim An-Naisaburi wafat 405H
* Al-Lalika’i wafat 416H
* Al-Baihaqqi wafat 458H
* Al-Khathib Al-Baghdadi wafat 463H
* Ibnu Qudamah Al-Maqdisi wafat 620H
9. Murid-Mrid mereka :
* Ibnu Daqiq Al-Led wafat 702H
* Ibnu Taimiyah wafat 728H
* Al-Mizzi wafat 742H
* Imam Adz-Dzahabi wafat 748H
* Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah wafat 751H
* Ibnu Katsir wafat 774H
* Asy-Syathibi wafat 790H
* Ibnu Rajab wafat 795H
10. Ulama Generasi akhir :
* Ash-shan’ani wafat 1182H
* Muhammad bin Abdul Wahhaab wafat 1206H
* Muhammad Siddiq Hassan Khan wafat 1307H
* Al-Mubarakfuri wafat 1427H
* Abdurrahman As-sa’di wafat 1367H
* Ahmad syakir wafat 1377H
* Muhammad bin Ibrahim Alu-Asy-Syaikh wafat 1389H
* Muhammad Amiin as-syinqithi wafat 1393H
* Muhammad Nasiruddin Al-Bani wafat 1420H
* Abdul Aziz bin Abdillah Baz wafat 1420H
* Hammad Al-Anshari wafat 1418H
* Hamud At-Tuwajiri wafat 1413H
* Muhammad Al-Jami wafat 1416H
* Muhammad bin shalih Al-Utsaimin wafat 1423H
* Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i wafat 1423H
* Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafidhahullah
* Abdul Muhsin Al-Abbad hafidhahullah
* Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafidhahullah.
Para Ulama Salaf Lainnya
Para Ulama Salaf Ahlul Hadits selain yang disebutkan diatas yang masyur dizamannya antara lain :
Imam Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallam (wafat 220H)
Ibnu Abi Syaibah (159-235 H)
Imam Asy Syaukani (172-250 H)
Imam al-Muzanniy (wafat 264H)
Imam Al Ajurri (190-292H)
Imam Al Barbahari (wafat 329 H)
Abdul Qadir Al Jailani (471-561 H)
Al-Hafidh Al Mundziri 581-656H
Imam Nawawi (631-676H)
Imam Ibnul-Qoyyim al-Jauziyyah (wafat 751 H)
Ibnu Hajar Al ‘Asqolani (773-852 H)
Imam As Suyuti (849-911 H)
Para Ulama sekarang yang berjalan diatas As-Sunnah yaitu:
Syaikh Ahmad An-Najmi (1346-1410.H)
Syaikh Abdullah Muhammad IbnHumayd (1329-1402H)
Syaikh Muhammad Aman Al-Jami (1349-1416 H)
Syaikh Muhammad Dhiya`I (1940-1994.M)
Sayyid Sabiq (1915-2000.M)
Syaikh Abdullah Al Ghudayyan (1345H..H)
Syaikh Ubaid Al-Jabiri (1357H..H)
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin (1349H..H) wafat jam 2 siang ba’da sholat dzuhur,senin 20/7/1430 H/ 13 Juli 2009M
Syaikh Salim Bin ‘Ied Al Hilali 1377H/1957M
Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby (1380H..H)
Syaikh Abu Ubaidah Masyhur Hasan Salman (1380.H..H)
Para Ulama Sekarang lainnya yang berjalan di atas As-Sunnah











                                             sejarah jalan hidup syaikh bin baz




Syaikh mengatakan, “Nama lengkap saya adalah Abdul ‘Aziz Bin Abdillah Bin Muhammad Bin Abdillah Ali (keluarga) Baz. Saya dilahirkan di kota Riyadh pada bulan Dzulhijah 1330 H. Dulu ketika saya baru memulai belajar agama, saya masih bisa melihat dengan baik. Namun qodarullah pada tahun 1346 H, mata saya terkena infeksi yang membuat rabun. Kemudian lama-kelamaan karena tidak sembuh-sembuh mata saya tidak dapat melihat sama sekali. Musibah ini terjadi pada tahun 1350 Hijriyah. Pada saat itulah saya menjadi seorang tuna netra. Saya ucapkan alhamdulillah atas musibah yang menimpa diri saya ini. Saya memohon kepada-Nya semoga Dia berkenan menganugerahkan bashirah (mata hati) kepada saya di dunia ini dan di akhirat serta balasan yang baik di akhirat seperti yang dijanjikan oleh-Nya melalui nabi Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasallam atas musibah ini. Saya juga memohon kepadanya keselamatan di dunia dan akhirat.
Mencari ilmu telah saya tempuh semenjak masa anak-anak. Saya hafal Al Qur’anul Karim sebelum mencapai usia baligh. Hafalan itu diujikan di hadapan Syaikh Abdullah Bin Furaij. Setelah itu saya mempelajari ilmu-ilmu syariat dan bahasa Arab melalui bimbingan ulama-ulama kota kelahiran saya sendiri. Para guru yang sempat saya ambil ilmunya adalah:
1. Syaikh Muhammad Bin Abdil Lathif Bin Abdirrahman Bin Hasan Bin Asy Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab, seorang hakim di kota Riyadh.
2. Syaikh Hamid Bin Faris, seorang pejabat wakil urusan Baitul Mal, Riyadh.
3. Syaikh Sa’d, Qadhi negeri Bukhara, seorang ulama Makkah. Saya menimba ilmu tauhid darinya pada tahun 1355 H.
4. Samahatus Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Bin Abdul Lathief Alu Syaikh, saya bermuzalamah padanya untuk mempelajari banyak ilmu agama, antara lain: aqidah, fiqih, hadits, nahwu, faraidh (ilmu waris), tafsir, sirah, selama kurang lebih 10 tahun. Mulai 1347 sampai tahun 1357 H.
Semoga Allah membalas jasa-jasa mereka dengan balasan yang mulia dan utama.
Dalam memahami fiqih saya memakai thariqah (mahdzab -red) Ahmad Bin Hanbal [1] rahimahullah. Hal ini saya lakukan bukan semata-mata taklid kepada beliau, akan tetapi yang saya lakukan adalah mengikuti dasar-dasar pemahaman yang beliau tempuh. Adapun dalam menghadapi ikhtilaf ulama, saya memakai metodologi tarjih, kalau dapat ditarjih dengan mengambil dalil yang paling shahih. Demikian pula ketika saya mengeluarkan fatwa, khususnya bila saya temukan silang pendapat di antara para ulama baik yang mencocoki pendapat Imam Ahmad atau tidak. Karena AL HAQ itulah yang pantas diikuti. Allah berfirman (yang artinya -red), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah dia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul-Nya (As Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (An Nisa:59)”
TUGAS-TUGAS SYAR’I

 Banyak jabatan yang diamanahkan kepada saya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Saya pernah mendapat tugas sebagai:
1. Hakim dalam waktu yang panjang, sekitar 14 tahun. Tugas itu berawal dari bulan Jumadil Akhir tahun 1357 H.
2. Pengajar Ma’had Ilmi Riyadh tahun 1372 H dan dosen ilmu fiqih, tauhid, dan hadits sampai pada tahun 1380 H.
3. Wakil Rektor Universitas Islam Madinah pada tahun 1381-1390 H.
4. Rektor Universitas Islam Madinah pada tahun 1390 H menggantikan rektor sebelumnya yang wafat yaitu Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Ali Syaikh. Jabatan ini saya pegang pada tahun 1389 sampai dengan 1395 H.
5. Pada tanggal 13 bulan 10 tahun 1395 saya diangkat menjadi pimpinan umum yang berhubungan dengan penelitian ilmiah, fatwa-fawa, dakwah dan bimbingan keagamaan sampai sekarang. Saya terus memohon kepada Allah pertolongan dan bimbingan pada jalan kebenaran dalam menjalankan tugas-tugas tersebut.
Disamping jabatan-jabatan resmi yang sempat saya pegang sekarang, saya juga aktif di berbagai organisasi keIslaman lain seperti:
1. Anggota Kibarul Ulama di Makkah.
2. Ketua Lajnah Daimah (Komite Tetap) terhadap penelitian dan fatwa dalam masalah keagamaan di dalam lembaga Kibarul Ulama tersebut.
3. Anggota pimpinan Majelis Tinggi Rabithah ‘Alam Islami.
4. Pimpinan Majelis Tinggi untuk masjid-masjid.
5. Pimpinan kumpulan penelitian fiqih Islam di Makkah di bawah naungan organisasi Rabithah ‘Alam Islami.
6. Anggota majelis tinggi di Jami’ah Islamiyah (universitas Islam -red), Madinah.
7. Anggota lembaga tinggi untuk dakwah Islam yang berkedudukan di Makkah.
Mengenai karya tulis, saya telah menulis puluhan karya ilmiah antara lain:
1. Al Faidhul Hilyah fi Mabahits Fardhiyah.
2. At Tahqiq wal Idhah li Katsirin min Masailil Haj wal Umrah Wa Ziarah (Tauhdihul Manasik – ini yang terpenting dan bermanfaat – aku kumpulkan pada tahun 1363 H). Karyaku ini telah dicetak ulang berkali-kali dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa (termasuk bahasa Indonesia -pent).
3. At Tahdzir minal Bida’ mencakup 4 pembahasan (Hukmul Ihtifal bil Maulid Nabi wa Lailatil Isra’ wa Mi’raj, wa Lailatun Nifshi minas Sya’ban wa Takdzibir Ru’yal Mar’umah min Khadim Al Hijr An Nabawiyah Al Musamma Asy Syaikh Ahmad).
4. Risalah Mujazah fiz Zakat was Shiyam.
5. Al Aqidah As Shahihah wama Yudhadhuha.
6. Wujubul Amal bis Sunnatir Rasul Sholallahu ‘Alaihi Wasallam wa Kufru man Ankaraha.
7. Ad Dakwah Ilallah wa Akhlaqud Da’iyah.
8. Wujubu Tahkim Syar’illah wa Nabdzu ma Khalafahu.
9. Hukmus Sufur wal Hijab wa Nikah As Sighar.
10. Naqdul Qawiy fi Hukmit Tashwir.
11. Al Jawabul Mufid fi Hukmit Tashwir.
12. Asy Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab (Da’wah wa Siratuhu).
13. Tsalatsu Rasail fis Shalah: Kaifa Sholatun Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, Wujubu Ada’is Shalah fil Jama’ah, Aina Yadha’ul Mushalli Yadaihi hinar Raf’i minar Ruku’.
14. Hukmul Islam fi man Tha’ana fil Qur’an au fi Rasulillah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.
15. Hasyiyah Mufidah ‘Ala Fathil Bari – hanya sampai masalah haji.
16. Risalatul Adilatin Naqliyah wa Hissiyah ‘ala Jaryanis Syamsi wa Sukunil ‘Ardhi wa Amakinis Su’udil Kawakib.
17. Iqamatul Barahin ‘ala Hukmi man Istaghatsa bi Ghairillah au Shaddaqul Kawakib.
18. Al Jihad fi Sabilillah.
19. Fatawa Muta’aliq bi Ahkaml Haj wal Umrah wal Ziarah.
20. Wujubu Luzumis Sunnah wal Hadzr minal Bid’ah.”
Sampai di sini perkataan beliau yang saya (Ustadz Ahmad Hamdani -red) kutip dari buku Fatwa wa Tanbihat wa Nashaih hal 8-13.
AKIDAH DAN MANHAJ DAKWAH
Banyak jabatan yang diamanahkan kepada saya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Saya pernah mendapat tugas sebagai:
1. Hakim dalam waktu yang panjang, sekitar 14 tahun. Tugas itu berawal dari bulan Jumadil Akhir tahun 1357 H.
2. Pengajar Ma’had Ilmi Riyadh tahun 1372 H dan dosen ilmu fiqih, tauhid, dan hadits sampai pada tahun 1380 H.
3. Wakil Rektor Universitas Islam Madinah pada tahun 1381-1390 H.
4. Rektor Universitas Islam Madinah pada tahun 1390 H menggantikan rektor sebelumnya yang wafat yaitu Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Ali Syaikh. Jabatan ini saya pegang pada tahun 1389 sampai dengan 1395 H.
5. Pada tanggal 13 bulan 10 tahun 1395 saya diangkat menjadi pimpinan umum yang berhubungan dengan penelitian ilmiah, fatwa-fawa, dakwah dan bimbingan keagamaan sampai sekarang. Saya terus memohon kepada Allah pertolongan dan bimbingan pada jalan kebenaran dalam menjalankan tugas-tugas tersebut.
Disamping jabatan-jabatan resmi yang sempat saya pegang sekarang, saya juga aktif di berbagai organisasi keIslaman lain seperti:
1. Anggota Kibarul Ulama di Makkah.
2. Ketua Lajnah Daimah (Komite Tetap) terhadap penelitian dan fatwa dalam masalah keagamaan di dalam lembaga Kibarul Ulama tersebut.
3. Anggota pimpinan Majelis Tinggi Rabithah ‘Alam Islami.
4. Pimpinan Majelis Tinggi untuk masjid-masjid.
5. Pimpinan kumpulan penelitian fiqih Islam di Makkah di bawah naungan organisasi Rabithah ‘Alam Islami.
6. Anggota majelis tinggi di Jami’ah Islamiyah (universitas Islam -red), Madinah.
7. Anggota lembaga tinggi untuk dakwah Islam yang berkedudukan di Makkah.
Mengenai karya tulis, saya telah menulis puluhan karya ilmiah antara lain:
1. Al Faidhul Hilyah fi Mabahits Fardhiyah.
2. At Tahqiq wal Idhah li Katsirin min Masailil Haj wal Umrah Wa Ziarah (Tauhdihul Manasik – ini yang terpenting dan bermanfaat – aku kumpulkan pada tahun 1363 H). Karyaku ini telah dicetak ulang berkali-kali dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa (termasuk bahasa Indonesia -pent).
3. At Tahdzir minal Bida’ mencakup 4 pembahasan (Hukmul Ihtifal bil Maulid Nabi wa Lailatil Isra’ wa Mi’raj, wa Lailatun Nifshi minas Sya’ban wa Takdzibir Ru’yal Mar’umah min Khadim Al Hijr An Nabawiyah Al Musamma Asy Syaikh Ahmad).
4. Risalah Mujazah fiz Zakat was Shiyam.
5. Al Aqidah As Shahihah wama Yudhadhuha.
6. Wujubul Amal bis Sunnatir Rasul Sholallahu ‘Alaihi Wasallam wa Kufru man Ankaraha.
7. Ad Dakwah Ilallah wa Akhlaqud Da’iyah.
8. Wujubu Tahkim Syar’illah wa Nabdzu ma Khalafahu.
9. Hukmus Sufur wal Hijab wa Nikah As Sighar.
10. Naqdul Qawiy fi Hukmit Tashwir.
11. Al Jawabul Mufid fi Hukmit Tashwir.
12. Asy Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab (Da’wah wa Siratuhu).
13. Tsalatsu Rasail fis Shalah: Kaifa Sholatun Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, Wujubu Ada’is Shalah fil Jama’ah, Aina Yadha’ul Mushalli Yadaihi hinar Raf’i minar Ruku’.
14. Hukmul Islam fi man Tha’ana fil Qur’an au fi Rasulillah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.
15. Hasyiyah Mufidah ‘Ala Fathil Bari – hanya sampai masalah haji.
16. Risalatul Adilatin Naqliyah wa Hissiyah ‘ala Jaryanis Syamsi wa Sukunil ‘Ardhi wa Amakinis Su’udil Kawakib.
17. Iqamatul Barahin ‘ala Hukmi man Istaghatsa bi Ghairillah au Shaddaqul Kawakib.
18. Al Jihad fi Sabilillah.
19. Fatawa Muta’aliq bi Ahkaml Haj wal Umrah wal Ziarah.
20. Wujubu Luzumis Sunnah wal Hadzr minal Bid’ah.”
Sampai di sini perkataan beliau yang saya (Ustadz Ahmad Hamdani -red) kutip dari buku Fatwa wa Tanbihat wa Nashaih hal 8-13.
AKIDAH DAN MANHAJ DAKWAH
Akidah dan manhaj dakwah Syaikh ini tercermin dari tulisan atau karya-karyanya. Kita lihat misalnya buku Aqidah Shahihah yang menerangkan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, menegakkan tauhid dan membersihkan sekaligus memerangi kesyirikan dan pelakunya. Pembelaannya kepada sunnah dan kebenciannya terhadap kebid’ahan tertuang dalam karya beliau yang ringkas dan padat, berjudul At Tahdzir ‘alal Bida’ (sudah diterjemahkan -pent). Sedangkan perhatian (ihtimam) dan pembelaan beliau terhadap dakwah salafiyah tidak diragukan lagi. Beliaulah yang menfatwakan bahwa firqatun najiyah (golongan yang selamat -red) adalah para salafiyyin yang berpegang dengan kitabullah dan sunnah Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hal suluk (perilaku) dan akhlaq serta aqidah. Beliau tetap gigih memperjuangkan dakwah ini di tengah-tengah rongrongan syubhat para da’i penyeru ke pintu neraka di negerinya khususnya dan luar negeri beliau pada umumnya, hingga al haq nampak dan kebatilan dilumatkan. Agaknya ini adalah bukti kebenaran sabda Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya), “Akan tetap ada pada umatku kelompok yang menampakkan kebenaran (al haq), tidak memudharatkan mereka orang yang mencela atau menyelisihinya”


                                   SEJARAH JALAN HIDUP  MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL ALBANI


Beliau adalah Pembaharu Islam (mujadid) pada abad ini. Karya dan jasa-jasa beliau cukup banyak dan sangat membantu umat Islam terutama dalam menghidupkan kembali ilmu Hadits. Beliau telah memurnikan Ajaran islam terutama dari hadits-hadits lemah dan palsu, meneliti derajat hadits.
Nasab (Silsilah Beliau)
Nama beliau adalah Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani. Dilahirkan pada tahun 1333 H di kota Ashqodar ibu kota Albania yang lampau. Beliau dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya, lantaran kecintaan terhadap ilmu dan ahli ilmu. Ayah al Albani yaitu Al Haj Nuh adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syari`at di ibukota negara dinasti Utsmaniyah (kini Istambul), yang ketika Raja Ahmad Zagho naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, maka Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya beliau memutuskan untuk berhijrah ke Syam dalam rangka menyelamatkan agamanya dan karena takut terkena fitnah. Beliau sekeluargapun menuju Damaskus.
Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil mulai aktif mempelajari bahasa arab. Beliau masuk sekolah pada madrasah yang dikelola oleh Jum`iyah al-Is`af al-Khairiyah. Beliau terus belajar di sekolah tersebut tersebut hingga kelas terakhir tingkat Ibtida`iyah. Selanjutnya beliau meneruskan belajarnya langsung kepada para Syeikh. Beliau mempelajari al-Qur`an dari ayahnya sampai selesai, disamping itu mempelajari pula sebagian fiqih madzab Hanafi dari ayahnya.
Syeikh al-Albani juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul, sehingga beliau menjadi seorang ahli yang mahsyur. Ketrampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya.
Pada umur 20 tahun, pemuda al-Albani ini mulai mengkonsentrasi diri pada ilmu hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahsan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul al-Mughni `an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar. Sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya` Ulumuddin al-Ghazali. Kegiatan Syeikh al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya seraya berkomentar. Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit (bangkrut).
Namun Syeikh al-Albani justru semakin cinta terhadap dunia hadits. Pada perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab-kitab. Karenanya, beliau memanfaatkan Perpustakaan adh-Dhahiriyah di sana (Damaskus). Di samping juga meminjam buku-buku dari beberapa perpustakaan khusus. Begitulah, hadits menjadi kesibukan rutinnya, sampai-sampai beliau menutup kios reparasi jamnya. Beliau lebih betah berlama-lama dalam perpustakaan adh-Dhahiriyah, sehingga setiap harinya mencapai 12 jam. Tidak pernah istirahat mentelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu sholat tiba. Untuk makannya, seringkali hanya sedikit makanan yang dibawanya ke perpustakaan.
Akhirnya kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuk beliau. Bahkan kemudiaan beliau diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, beliau menjadi leluasa dan terbiasa datang sebelum yang lainnya datang. Begitu pula pulangnya ketika orang lain pulang pada waktu dhuhur, beliau justru pulang setelah sholat isya. Hal ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.
Pengalaman Penjara
Syeikh al-Albani pernah dipenjara dua kali. Kali pertama selama satu bulan dan kali kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya beliau berdakwah kepada sunnah dan memerangi bid`ah sehingga orang-orang yang dengki kepadanya menebarkan fitnah.
Beberapa Tugas yang Pernah Diemban
Syeikh al-Albani Beliau pernah mengajar di Jami`ah Islamiyah (Universitas Islam Madinah) selama tiga tahun, sejak tahun 1381-1383 H, mengajar tentang hadits dan ilmu-ilmu hadits. Setelah itu beliau pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen Pendidikan meminta kepada Syeikh al-Albani untuk menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pasca Sarjana di sebuah Perguruan Tinggi di kerajaan Yordania. Tetapi situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan beliau memenuhi permintaan itu. Pada tahun 1395 H hingga 1398 H beliau kembali ke Madinah untuk bertugas sebagai anggota Majelis Tinggi Jam`iyah Islamiyah di sana. Mandapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Saudi Arabia berupa King Faisal Fundation tanggal 14 Dzulkaidah 1419 H.
Beberapa Karya Beliau
Karya-karya beliau amat banyak, diantaranya ada yang sudah dicetak, ada yang masih berupa manuskrip dan ada yang mafqud (hilang), semua berjumlah 218 judul. Beberapa Contoh Karya Beliau yang terkenal adalah :
1. Adabuz-Zifaf fi As-Sunnah al-Muthahharah
2. Al-Ajwibah an-Nafi`ah `ala as`ilah masjid al-Jami`ah
3. Silisilah al-Ahadits ash Shahihah
4. Silisilah al-Ahadits adh-Dha`ifah wal maudhu`ah
5. At-Tawasul wa anwa`uhu
6. Ahkam Al-Jana`iz wabida`uha
Di samping itu, beliau juga memiliki kaset ceramah, kaset-kaset bantahan terhadap berbagai pemikiran sesat dan kaset-kaset berisi jawaban-jawaban tentang pelbagai masalah yang bermanfaat.
Selanjutnya Syeikh al-Albani berwasiat agar perpustakaan pribadinya, baik berupa buku-buku yang sudah dicetak, buku-buku foto copyan, manuskrip-manuskrip (yang ditulis oleh beliau sendiri ataupun orang lain) semuanya diserahkan ke perpustakaan Jami`ah tersebut dalam kaitannya dengan dakwah menuju al-Kitab was Sunnah, sesuai dengan manhaj salafush Shalih (sahabat nabi radhiyallahu anhum), pada saat beliau menjadi pengajar disana.
Wafatnya
Beliau wafat pada hari Jum`at malam Sabtu tanggal 21 Jumada Tsaniyah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yoradania. Rahimallah asy-Syaikh al-Albani rahmatan wasi`ah wa jazahullahu`an al-Islam wal muslimiina khaira wa adkhalahu fi an-Na`im al-Muqim.











Al-Albani mempunyai nama lengkap Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani. Dilahirkan pada tahun 1333 H di kota Ashqadar, ibu kota Albania masa lampau. Ia dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya secara materi, namun sangat kaya ilmu. Ayah al-Albani bernama Al Haj Nuh adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syari'at di ibukota negara dinasti Utsmaniyah (kini Istambul).
Al-Albani kecil masuk sekolah madrasah yang dikelola oleh Jum'iyah al-Is'af al-Khairiyah. Ia terus belajar di sekolah tersebut hingga kelas terakhir dan lulus di tingkat Ibtida'iyah. Ia mempelajari Al-Qur'an dari ayahnya sampai selesai, disamping juga mempelajari sebagian fikih madzab Hanafi. Al-Albani juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir. Keterampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya. Pada umur 20 tahun, pemuda Al-Albani mulai mengkonsentrasikan diri pada ilmu hadits. Beliau yang beraliran sunni dan keterkaitanya mempelajari hadis  itu berawal dari pembahasan-pembahasan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha.[1]
Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul Al-Mughni 'an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar, karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya' Ulumuddin-nya Al-Ghazali. Awalnya kegiatan Al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya. Ia mengomentarinya begini, ''Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit (bangkrut).'' Namun Syeikh al-Albani justru semakin cinta terhadap dunia hadits. Dalam belajar hadis beliau memanfaatkan Perpustakaan adh-Dhahiriyah di Damaskus. Di samping juga meminjam buku-buku dari beberapa perpustakaan khusus. Syeikh al-Albani Beliau pernah mengajar hadits dan ilmu-ilmu hadits di Universitas Islam Madinah meski tidak lama, hanya sekitar tiga tahun, sejak tahun 1381-1383 H.
Setelah itu beliau pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen Pendidikan meminta kepada Syeikh al-Albani untuk menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pasca Sarjana di sebuah Perguruan Tinggi di kerajaan Yordania. Tetapi situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan beliau memenuhi permintaan itu. Pada tahun 1395 H hingga 1398 H beliau kembali ke Madinah untuk bertugas sebagai anggota Majelis Tinggi Jam'iyah Islamiyah di sana. Mendapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Saudi Arabia berupa King Faisal Fundation tanggal 14 Dzulkaidah 1419 H.
Beliau wafat pada hari Jum'at malam Sabtu tanggal 21 Jumada Tsaniyah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yoradania.
Syeikh Nashiruddin Al-Albani oleh sangat dihormati sebagai ulama yang setuju dengan pandangan-pandangannya, namun memang ada juga sebagian lainnya yang kurang suka kepada pendapatnya serta cara penyampaiannya yang khas. Namun kurang dalam mempelajari ilmu fiqih serta perangkat-perangkatnya. Paling tidak, sistematika fiqih yang beliau kembangkan beliau tidak sebagaimana umumnya sistematika ilmu fiqih yang digunakan oleh para ahli fiqih umumnya. Misalnya menrut beliau, kesimpulan hukum suatu masalah lebih sering ditetapkan semata-mata berdasarkan kekuatan riwayat suatu hadits. Sedangkan pertimbangan lainnya sebagaimana yang ada di dalam ilmu fiqih, termasuk pendapat para imam mazhab, seringkali ditepis oleh beliau. [2]



     Sejarah Jalan Hidup Abdillah Muhammad Bin Shalih Bin Muhammad Bin Utsaimin Al-Wahib At-Tamimi.




 Nasab (Silsilah Beliau)
Beliau bernama Abdillah Muhammad Bin Shalih Bin Muhammad Bin Utsaimin Al-Wahib At-Tamimi. Dilahirkan di kota Unaizah tanggal 27 Ramadhan 1347 Hijriyah.
Pertumbuhan Beliau
Beliau belajar membaca Al-Qur’an kepada kakeknya dari ibunya yaitu Abdurrahman Bin Sulaiman Ali Damigh Rahimahullah, hingga beliau hafal. Sesudah itu beliau mulai mencari ilmu dan belajar khat (ilmu tulis menulis), ilmu hitung dan beberapa bidang ilmu sastra.
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah menugaskan kepada 2 orang muridnya untuk mengajar murid-muridnya yang kecil. Dua murid tersebut adalah Syaikh Ali Ash-Shalihin dan Syaikh Muhammad Bin Abdil Aziz Al-Muthawwi’ Rahimahullah. Kepada yang terakhir ini beliau (syaikh Utsaimin) mempelajari kitab Mukhtasar Al Aqidah Al Wasithiyah dan Minhaju Salikin fil Fiqh karya Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dan Al- Ajurrumiyah serta Alfiyyah.
Disamping itu, beliau belajar ilmu faraidh (waris) dan fiqh kepada Syaikh Abdurrahman Bin Ali Bin ‘Audan. Sedangkan kepada syaikh (guru) utama beliau yang pertama yaitu Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di, beliau sempat mengkaji masalah tauhid, tafsir, hadits, fiqh, ustsul fiqh, faraidh, musthalahul hadits, nahwu dan sharaf.
Belia mempunyai kedudukan penting di sisinya Syaikhnya Rahimahullah. Ketika ayah beliau pindah ke Riyadh, di usia pertumbuhan beliau, beliau ingin ikut bersama ayahnya. Oleh karena itu Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengirim surat kepada beliau: “Hal ini tidak mungkin, kami menginginkan Muhammad tetap tinggal di sini agar dapat bisa mengambil faidah (ilmu).”
Beliau (Syaikh Utsaimin) berkata, “Sesungguhnya aku merasa terkesan dengan beliau (Syaikh Abdurrahman Rahimahullah) dalam banyak cara beliau mengajar, menjelaskan ilmu, dan pendekatan kepada para pelajar dengan contoh-contoh serta makna-makna. Demikian pula aku terkesan dengan akhlak beliau yang agung dan utama sesuai dengan kadar ilmu dan ibadahnya. Beliau senang bercanda dengan anak-anak kecil dan bersikap ramah kepada orang-orang besar. Beliau adalah orang yang paling baik akhlaknya yang pernah aku lihat.”
Beliau belajar kepada Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz -sebagai syaikh utama kedua bagi beliau- kitab Shahih Bukhari dan sebagian risalah-risalah Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah serta beberapa kitab-kitab fiqh.
Beliau berkata, “Aku terkesan terhadap syaikh Abdul Aziz Bin Baz Hafidhahullah karena perhatian beliau terhadap hadits dansaya juga terkesan dengan akhlak beliau karena sikap terbuka beliau dengan manusia.”
Pada tahun 1371 H, beliau duduk untuk mengajar di masjid Jami’. Ketika dibukanya ma’had-ma’had al ilmiyyah di Riyadh, beliau mendaftarkan diri di sana pada tahun 1372 H. Berkata Syaikh Utsaimin Hafidhahullah, “Saya masuk di lembaga pendidikan tersebut untuk tahun kedua seterlah berkonsultasi dengan Syaikh Ali Ash-Shalihin dan sesudah meminta ijin kepada Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah. Ketika itu ma’had al ilmiyyah dibagi menjadi 2 bagian, umum dan khusus. Saya berada pada bidang yang khusus. Pada waktu itu bagi mereka yang ingin “meloncat” – demikian kata mereka- ia dapat mempelajari tingkat berikutnya pada masa libur dan kemudian diujikan pada awal tahun ajaran kedua. Maka jika ia lulus, ia dapat naik ke pelajaran tingkat lebih tinggi setelah itu. Dengan cara ini saya dapat meringkas waktu.”
Sesudah 2 tahun, beliau lulus dan diangkat menjadi guru di ma’had Unaizah Al ‘Ilmi sambil meneruskan studi beliau secara intishab (Semacam Universitas Terbuka -red) pada fakultas syari’ah serta terus menuntut ilmu dengan bimbingan Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di.
Ketika Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di wafat, beliau menggantikan sebagai imam masjid jami’ di Unaizah dan mengajar di perpustakaan nasional Unaizah disamping tetap mengajar di ma’had Al Ilmi. Kemudian beliau pindah mengajar di fakultas syari’ah dan ushuludin cabang universitas Al Imam Muhammad Bin Su’ud Al Islamiyah di Qasim. Beliau juga termasuk anggota Haiatul Kibarul Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Syaikh Hafidhahullah mempunyai banyak kegiatan dakwah kepada Allah serta memberikan pengarahan kepada para Da’i di setiap tempat. Jasa beliau sangat besar dalam masalah ini.
Perlu diketahui pula bahwa Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Rahimahullah telah menawarkan bahkan meminta berulang kali kepada syaikh Utsaimin untuk menduduki jabatan Qadhi (hakim), bahkan telah mengeluarkan surat pengangkatan sebagai ketua pengadilan agama di Al Ihsa, namun beliau menolak secara halus. Setelah dilakukan pendekatan pribadi, Syaikh Muhammad Bin Ibrahim pun mengabulkannya untuk menarik dirinya (Syaikh Utsaimin -red) dari jabatan tersebut.
Karya-karya Beliau
Buku-buku yag telah ditulis oleh Syaikh Utsaimin diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Talkhis Al Hamawiyah, selesai pada tanggal 8 Dzulhijah 1380 H.
2. Tafsir Ayat Al Ahkam (belum selesai).
3. Syarh Umdatul Ahkam (belum selesai).
4. Musthalah Hadits.
5. Al Ushul min Ilmil Ushul.
6. Risalah fil Wudhu wal Ghusl wash Shalah.
7. Risalah fil Kufri Tarikis Shalah.
8. Majalisu Ar Ramadhan.
9. Al Udhiyah wa Az Zakah.
10. Al Manhaj li Muridil Hajj wal Umrah.
11. Tashil Al Faraidh.
12. Syarh Lum’atul I’tiqad.
13. Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah.
14. Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
15. Al Qowaidul Mustla fi Siftillah wa Asma’ihil Husna.
16. Risalah fi Annath Thalaq Ats Tsalats Wahidah Walau Bikalimatin (belum dicetak).
17. Takhrij Ahadits Ar Raudh Al Murbi’ (belum dicetak).
18. Risalah Al Hijab.
19. Risalah fi Ash Shalah wa Ath Thaharah li Ahlil A’dzar.
20. Risalah fi Mawaqit Ash Shalah.
21. Risalah fi Sujud As Sahwi
22. Risalah fi Aqsamil Mudayanah.
23. Risalah fi Wujubi Zakatil Huliyyi.
24. Risalah fi Ahkamil Mayyit wa Ghuslihi (belum dicetak).
25. Tafsir Ayatil Kursi.
26. Nailul Arab min Qawaid Ibnu Rajab (belum dicetak).
27. Ushul wa Qowa’id Nudhima ‘Alal Bahr Ar Rajaz (belum dicetak).
28. Ad Diya’ Allami’ Minal Hithab Al Jawami’.
29. Al Fatawaa An Nisaa’iyyah
30. Zad Ad Da’iyah ilallah Azza wa Jalla.
31. Fatawa Al Hajj.
32. Al Majmu Al Kabir Min Al Fatawa.
33. Huquq Da’at Ilaihal Fithrah wa Qarraratha Asy Syar’iyah.
34. Al Khilaf Bainal Ulama, Asbabuhu wa Muaqifuna Minhu.
35. Min Musykilat Asy Sayabab.
36. Risalah fil Al Mash ‘alal Khuffain.
37. Risalah fi Qashri Ash Shalah lil Mubtaisin.
38. Ushul At Tafsir.
39. Risalah Fi Ad Dima’ Ath Tabiiyah.
40. As’illah Muhimmah.
41. Al Ibtida’ fi Kamali Asy Syar’i wa Khtharil Ibtida’.
42. Izalat As Sitar ‘Anil Jawab Al Mukhtar li Hidayatil Muhtar.
Dan masih banyak karya-karya beliau hafidahullah ta’ala yang lain. Wallahu ‘alam.









  Sejarah Jalan Hidup Syaikh Rabi’ bin Hadi ‘Umair 

  Al Madkhali

Nama dan nasab beliau:
Beliau adalah Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Rabi’ bin Hadi bin Muhammad ‘Umair Al-Madkhali, berasal dari suku Al-Madakhilah yang terkenal di Jaazaan, sebuah daerah di sebelah selatan Kerajaan Arab Saudi. Suku ini termasuk keluarga Bani Syubail, sedangkan Syubail adalah anak keturunan Yasyjub bin Qahthan.
Kelahiran beliau:
Syaikh Rabi’ dilahirkan di desa Al-Jaradiyah, sebuah desa kecil di sebelah barat kota Shamithah sejauh kurang lebih tiga kilometer dan sekarang telah terhubungkan dengan kota tersebut. Beliau dilahirkan pada akhir tahun 1351 H. Ayah beliau meninggal ketika beliau masih berumur sekitar satu setengah tahun, beliau tumbuh berkembang di pangkuan sang ibu -semoga Allah Ta’ala merahmatinya. Sang ibu membimbing dan mendidik beliau dengan sebaik-baiknya, mengajarkan kepada beliau akhlak yang terpuji, berupa kejujuran maupun sifat amanah, juga memotivasi putranya untuk menunaikan shalat dan meminta beliau menepati penunaian ibadah tersebut. Selain pengasuhan ibunya, beliau diawasi dan dibimbing pula oleh pamannya (dari pihak ayah).
Perkembangan Keilmuan
Ketika Syaikh Rabi’ berusia delapan tahun, beliau masuk sekolah yang ada di desanya. Di sekolah tersebut beliau belajar membaca dan menulis. Termasuk guru yang membimbing beliau dalam belajar menulis adalah Asy-Syaikh Syaiban Al-‘Uraisyi, Al-Qadli Ahmad bin Muhammad Jabir Al-Madkhali dan dari seseorang yang bernama Muhammad bin Husain Makki yang berasal dari kota Shibya’. Syaikh Rabi’ mempelajari Al Qur`an di bawah bimbingan Asy-Syaikh Muhammad bin Muhammad Jabir Al-Madkhali disamping belajar ilmu tauhid dan tajwid.
Setelah lulus, beliau melanjutkan studi ke Madrasah As-Salafiyyah di kota Shamithah. Termasuk guru beliau di madrasah tersebut adalah Asy-Syaikh Al-‘Alim Al-Faqih Nashir Khalufah Thayyasy Mubaraki rahimahullah, seorang alim kenamaan yang termasuk salah satu murid besar Asy-Syaikh Al-Qar’awi rahimahullah. Di bawah bimbingannya, Syaikh Rabi’ mempelajari kitab Bulughul Maram dan Nuzhatun Nadhar karya Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah Ta’ala.
Kemudian beliau belajar di Ma’had Al-‘Ilmi di Shamithah kepada sejumlah ulama terkemuka, yang paling terkenal adalah Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Masyhur Hafidh bin Ahmad Al-Hakami rahimahullah Ta’ala dan saudaranya Fadlilatusy Syaikh Muhammad bin Ahmad Al-Hakami, juga kepada Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Ahmad bin Yahya An-Najmi hafidhahullah. Di ma’had tersebut beliau belajar akidah kepada Asy-Syaikh Al-’Allamah Doktor Muhammad Amman bin ‘Ali Al-Jami. Demikian pula kepada Asy-Syaikh Al-Faqih Muhammad Shaghir Khamisi, beliau mempelajari ilmu fikih dengan kitab Zaadul Mustaqni’ dan kepada beberapa orang lagi selain mereka, di mana Syaikh mempelajari ilmu bahasa Arab, adab, ilmu Balaghah dan ilmu ‘Arudl (cabang-cabang ilmu bahasa Arab-pent.)
Tahun 1380 H seusai ujian penentuan akhir, beliau lulus dari Ma’had Al-‘Ilmi di kota Shamithah dan di awal tahun 1381 H beliau masuk ke Fakultas Syari’ah di Riyadl selama beberapa waktu lamanya, sekitar satu bulan, satu setengah atau dua bulan saja. Ketika Universitas Islam Madinah berdiri, beliau pindah ke sana dan bergabung di Fakultas Syari’ah. Beliau belajar di Universitas tersebut selama empat tahun dan lulus darinya pada tahun 1384 H dengan predikat cumlaude.
Diantara guru-guru beliau di Universitas Islam Madinah adalah:
• Mufti besar Kerajaan Arab Saudi, Samahatusy Syaikh Al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah Ta’ala, kepada beliau Syaikh Rabi’ mempelajari Aqidah Thahawiyah.
• Fadlilatusy Syaikh Al-‘Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani, mempelajari bidang ilmu hadits dan sanad.
• Fadlilatusy Syaikh Al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad, mempelajari ilmu fikih tiga tahun lamanya dengan kitab Bidayatul Mujtahid.
• Fadlilatusy Syaikh Al-‘Allamah Al-Hafidh Al-Mufassir Al-Muhaddits Al-Ushuli An-Nahwi wal Lughawi Al-Faqih Al-Bari’ Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi, penulis tafsir Adlwaul Bayan, kepada beliau Syaikh Rabi’ mempelajari ilmu tafsir dan ushul fikih selama empat tahun.
• Asy-Syaikh Shalih Al-‘Iraqi, belajar akidah.
• Asy-Syaikh Al-Muhaddits ‘Abdul Ghafar Hasan Al-Hindi, belajar ilmu hadits dan mushthalah.
Setelah lulus, beliau menjadi dosen di almamater beliau di Universitas Islam Madinah selama beberapa waktu, kemudian beliau melanjutkan studi ke tingkat pasca sarjana dan berhasil meraih gelar master di bidang ilmu hadits dari Universitas Al-Malik ‘Abdul ‘Aziz cabang Mekkah pada tahun 1397 H dengan disertasi beliau yang terkenal, berjudul Bainal Imamain Muslim wad Daruquthni. Pada tahun 1400 H beliau berhasil menyelesaikan program doktornya di Universitas yang sama, dengan predikat cum laude setelah beliau menyelesaikan tahqiq (penelitian, komentar –pent.) atas kitab An-Nukat ‘ala Kitab Ibni Ash-Shalah, karya Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullahu Ta’ala.
Syaikh Rabi’ kemudian kembali ke Universitas Islam Madinah dan menjadi dosen di Fakultas Hadits. Beliau mengajar ilmu hadits dengan segala bentuk dan cabangnya, serta berkali-kali menjadi ketua jurusan Qismus Sunnah pada program pasca sarjana dan sekarang beliau menjabat sebagai dosen tinggi. Semoga Allah menganugerahkan kepada beliau kenikmatan berupa kesehatan dan penjagaan dalam beramal kebaikan.
Sifat dan akhlak beliau
Syaikh Rabi’ hafidzahullah Ta’ala memiliki keistimewaan berupa sifat sangat rendah hati dihadapan saudara-saudaranya, murid-muridnya maupun kepada para tamunya. Beliau seorang yang sangat sederhana dalam hal tempat tinggal, pakaian maupun kendaraan, beliau tidak menyukai kemewahan dalam semua urusan ini.
Beliau adalah seorang yang selalu ceria, berseri-seri wajahnya dan sangat ramah, membuat teman duduk beliau tidak merasa bosan dengan kata-kata beliau. Majelis beliau senantiasa dipenuhi dengan pembacaan hadits dan Sunnah serta tahdzir (peringatan-pent.) dari kebid’ahan dan para pelakunya, sehingga orang yang belum mengenal beliau akan menyangka bahwa tidak ada lagi kesibukan beliau selain hal tersebut.
Syaikh Rabi’ sangat mencintai salafiyyin penuntut ilmu, beliau menghormati dan memuliakan mereka. Beliau berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka sesuai kemampuan beliau, baik dengan diri sendiri maupun dengan harta. Rumah beliau selalu terbuka untuk para penuntut ilmu, sampai-sampai hampir tidak pernah beliau menyantap sarapan pagi makan siang maupun makan malam sendirian, karena selalu saja ada pelajar yang mengunjungi beliau. Beliau menanyakan keadaan mereka dan membantu mereka.
Syaikh Rabi’ termasuk ulama yang sangat bersemangat menyeru kepada Al-Kitab dan As-Sunnah serta akidah salaf, penuh semangat dalam mendakwahkannya dan beliau adalah pedang Sunnah dan akidah salaf yang amat tajam, yang amat sedikit bandingannya di masa sekarang. Beliau adalah pembela Sunnah dan kehormatan salafus salih di jaman kita ini, siang dan malam, secara rahasia maupun terang-terangan yang tidak terpengaruh oleh celaan orang-orang yang suka mencela.
Karya-karya beliau
Syaikh Rabi’ memiliki sejumlah karya tulis -Alhamdulillah – beliau hafidzahullah telah membicarakan berbagai bab yang sangat dibutuhkan secara proporsional, terlebih khusus lagi dalam membantah para pelaku bid’ah dan para pengikut hawa nafsu di jaman yang penuh dengan para perusak namun sedikit orang yang berbuat ishlah (perbaikan, pent.) Diantara karya beliau :
1. Bainal Imamain Muslim wad Daruquthni, sejilid besar dan ini merupakan thesis beliau untuk meraih gelar master.
2. An-Nukat ‘ala Kitab Ibni Ash-Shalah, telah dicetak dalam dua juz dan ini merupakan disertasi program doktoral beliau.
3. Tahqiq Kitab Al- Madkhal ila Ash-Shahih lil Hakim, juz pertama telah dicetak.
4. Tahqiq Kitab At-Tawasul wal Wasilah lil Imam Ibni Taimiyyah, dalam satu jilid.
5. Manhajul Anbiya` fid Da’wah ilallah fihil Hikmah wal ‘Aql.
6. Manhaj Ahlis Sunnah fii Naqdir Rijal wal Kutub wat Thawaif.
7. Taqsimul Hadits ila Shahih wa Hasan wa Dla’if baina Waqi’il Muhadditsin wa Mughalithatil Muta’ashibin, sebuah bantahan terhadap ‘Abdul Fatah Abu Ghuddah dan Muhammad ‘Awamah.
8. Kasyfu Mauqifi Al-Ghazali minas Sunnah wa Ahliha.
9. Shaddu ‘Udwanil Mulhidin wa hukmul Isti’anah bi ghairil Muslimin.
10. Makanatu Ahlil Hadits.
11. Manhajul Imam Muslim fii Tartibi Shahihihi.
12. Ahlul Hadits Hum Ath-Thaifah Al-Manshurah An-Najiyah hiwar ma’a Salman Al-‘Audah
13. Mudzakarah fil Hadits An-Nabawi.
14. Adlwa` Islamiyyah ‘ala ‘Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi.
15. Matha’inu Sayyid Quthb fii Ashhabi Rasulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
16. Al-‘Awashim mimma fii Kutubi Sayyid Quthb minal Qawashim.
17. Al-Haddul Fashil bainal Haq wal Bathil hiwar ma’a Bakr Abi Zaid.
18. Mujazafaatul Hiddaad.
19. Al-Mahajjatul Baidla` fii Himaayatis Sunnah Al-Gharra`.
20. Jamaa’ah Waahidah Laa Jamaa’aat wa Shiraathun Wahidun Laa ‘Asyaraat, hiwar ma’a ‘Abdirrahman ‘Abdil Khaliq.
21. An-Nashrul Aziiz ‘ala Ar-Raddil Wajiiz.
22. At-Ta’ashshub Adz-Dzamim wa Aatsaruhu, yang dikumpulkan oleh Salim Al-‘Ajmi.
23. Bayaanul Fasaadil Mi’yar, Hiwar ma’a Hizbi Mustatir.
24. At-Tankiil bimaa fii Taudhihil Milyibaari minal Abaathiil.
25. Dahdlu Abaathiil Musa Ad-Duwaisy.
26. Izhaaqu Abaathiil ‘Abdil Lathif Basymiil.
27. Inqidladlusy Syihb As-Salafiyyah ‘ala Aukaar ‘Adnan Al-Khalafiyyah.
28. An-Nashihah Hiyal Mas`uliyyah Al-Musytarakah fil ‘Amal Ad-Da’wi, diterbitkan di majalah At-Tau’iyyah Al-Islamiyyah
29. Al-Kitab was Sunnah Atsaruhuma wa makaanatuhuma wadl Dlarurah ilaihima fii Iqaamatit Ta’liimi fii Madaarisinaa, artikel majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyyah, edisi 16.
30. Hukmul Islam fii man Sabba Rasulallah au Tha’ana fii Syumuli Risaalatihi, artikel koran Al-Qabas Al-Kuwaitiyyah edisi 8576 tahun 9/5/1997.
Syaikh Rabi’ memiliki karya tulis lain di luar apa yang telah disebutkan di sini. Kita memohon kepada Allah agar memberikan pertolongan-Nya untuk menyempurnakan usaha-usaha kebaikan yang beliau lakukan dan semoga Allah memberikan taufik kepada beliau kepada perkara-perkara yang dicintai dan diridlai-Nya, Dia-lah penolong semua itu dan maha mampu atasnya



  Sejarah Jalan Hidup Syaikh Shalih Al Fauzan

Beliau adalah yang mulia Syaikh Dr. Shalih ibn Fauzan ibn Abdullah dari keluarga Fauzan dari suku Ash Shamasiyyah.Beliau lahir pada tahun 1354 H/1933 M. Ayah beliau meninggal ketika beliau masih muda, jadi beliau dididik oleh keluarganya. Beliau belajar al Quran, dasar-dasar membaca dan menulis dengan imam masjid di kotanya, yaitu yang mulia Syaikh Hamud ibn Sulaiman at Tala’al, yang kemudian menjadi hakim di Kota Dariyyah (bukan dar’iyyah di Riyadh) di sebuah wilayah Qhosim.
Syaikh Fauzan kemudian belajar di sekolah negara bagian ketika baru dibuka di Ash Shamasiyyah pada tahun 1369 H/1948 M. Beliau menyelesaikan studinya di sekolah Faisaliyyah di Buraidah pada tahun 1371 H/1950 M. Kemudian, beliau ditugaskan sebagai guru sekolah taman kanak-kanak. Selanjutnya, beliau masuk di institute pendidikan di Buraidah ketika baru dibuka pada tahun 1373 H/1952 M, dan lulus dari sana tahun 1377 H/1956 M. Beliau kemudian masuk di Fakultas Syari’ah (Universitas Imam Muhammad) di Riyadh dan lulus pada tahun 1381 H/1960 M.
Setelah itu, beliau memperoleh gelar master di bidang fiqih, dan meraih gelar doctor dari fakultas yg sama, juga spesialis dalam bidang fiqih.
Setelah kelulusannya dari Fakultas Syari’ah, beliau ditugaskan sebagai dosen di institut pendidikan di Riyadh, kemudian beralih menjadi pengajar di Fakultas Syari’ah. Selanjutnya, beliau ditugasi mengajar di departemen yang lebih tinggi, yaitu Fakultas Ushuluddin. Kemudian beliau ditugasi untuk mengajar di mahkamah agung kehakiman, di mana beliau ditetapkan sebagai ketua. Beliau lalu kembali mengajar di sana setelah periode kepemimpinannya berakhir. Beliau kemudian menjadi anggota Komite Tetap untuk Penelitian dan Fatwa Islam (Kibaril Ulama), sampai sekarang.
Yang mulia Syaikh adalah anggota ulama kibar, dan anggota komite bidang fiqih di Mekkah (cabang Rabithah), dan anggota komite untuk pengawas tamu haji, sembari juga mengetuai keanggotaan pada Komite Tetap untuk Penelitian dan Fatwa Islam. Beliau juga imam, khatib, dan dosen di Masjid Pangeran Mut’ib ibn Abdul Aziz di al Malzar.
Beliau juga ikut serta dalam surat-menyurat untuk pertanyaan di program radio “Noorun ‘alad-Darb”, sambil beliau juga ikut serta dalam mendukung anggota penerbitan penelitian Islam di dewan untuk penelitian, studi, tesis, dan fatwa Islam yang kemudian disusun dan diterbitkan. Yang mulia syaikh Fauzan juga ikut serta dalam mengawasi peserta tesis dalam meraih gelar master dan gelar doctor.
Beliau mempunyai murid-murid yang sering menimba ilmu pada pertemuan dan pelajaran tetapnya.
Beliau sendiri termasuk bilangan para ulama terkemuka dan ahli hukum, yang mayoritas para tokohnya antara lain:
Yang mulia Syaikh ‘Abdul-’Azeez ibn Baaz (rahima-hullaah);
Yang mulia Syaikh ‘Abdullaah ibn Humayd (rahima-hullaah);
Yang mulia Syaikh Muhammad al-Amin ash-Shanqiti (rahima-hullaah);
Yang mulia Syaikh ‘Abdur-Razzaaq ‘Afifi (rahima-hullaah);
Yang mulia Syaikh Saalih Ibn ‘Abdur-Rahmaan as-Sukayti;
Yang mulia Syaikh Saalih Ibn Ibraaheem al-Bulaihi;
Yang mulia Syaikh Muhammad Ibn Subayyal;
Yang mulia Syaikh ‘Abdullaah Ibn Saalih al-Khulayfi;
Yang mulia Syaikh Ibraaheem Ibn ‘Ubayd al-’Abd al-Muhsin;
Yang mulia Syaikh Saalih al-’Ali an-Naasir;
Beliau juga pernah belajar pada sejumlah ulama-ulama dari Universitas al Azhar Mesir yang mumpuni dalam bidang hadist, tafsir, dan bahasa Arab.
Beliau mempunyai peran dalam menyeru atau berdakwah kepada Allah dan mengajar, memberikan fatwa, khutbah, dan membantah kebatilan.
Buku-buku beliau yang diterbitkan banyak sekali, namun yang disebutkan berikut hanya sedikit antara lain Syarah al Aqidatul Waasitiyya, al Irshadul Ilas Sahihil I’tiqad, al Mulakhkhas al Fiqih, makanan-makanan dan putusan-putusan berkenaan dengan sembelihan dan buruan, yang mana ini merupakan bagian gelar doktornya. Juga kitab at Tahqiqat



  Sejarah Jalan Hidup Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i

Beliau adalah Muqbil bin Hadi bin Muqbil bin Qanidah Al-Hamadani Al-Wadi’i Al-Khallaaly dari kabilah Aalu Rasyid dan di timur Sha’dah dari lembah Dammaj. Pada permulaan mencari ilmu, beliau belajar pada sebuah jami’ Al-Hadi dan tak ada seorangpun pada waktu itu yang membantunya dalam thalabul ilmi. Selang beberapa waktu beliau pergi menuju Al-Haramain dan Najd.
Suatu ketika seorang penceramah memberinya nasihat tentang kitab-kitab yang ber-manfaat dan menunjukkannya pada Shahih Bukhari, Bulughul Maram, Riyadlush Shalihin, Fathul Majid dan memberinya satu nuskhah dari Kitab Tauhid. Beliau menekuni dan mempelajari buku-buku tersebut. Beberapa waktu kemudian beliau pulang ke negerinya dan mengingkari setiap apa yang dilihatnya yang menyelisihi tauhid dari penyembelihan yang diperuntukkan selain kepada Allah, membangun kubah di atas kuburan dan berdoa kepada orang-orang yang telah mati.
Ketika berita ini terdengar oleh orang-orang Syi’ah pada waktu itu, mereka mengatakan, “Barang-siapa yang mengubah ajaran agamanya, maka bunuhlah!” Sebagian dari mereka mengadukan kepada kerabat-kerabat Syaikh, “Jika kalian tidak melarangnya, maka kami akan memenjarakannya.” Setelah itu mereka memutuskan untuk memasukkannya kembali ke Jami’ Al-Hadi untuk belajar pada mereka dan menghilangkan syubhat-syubhat yang ada pada Syaikh (menurut anggapan mereka pent). Berkata Syaikh, “Ketika aku melihat kurikulum yang ditetapkan adalah Syi’ah Mu’tazilah maka aku putuskan untuk konsentrasi dalam ilmu nahwu.” Dan tatkala terjadi perubahan politik antara Republik dan Kerajaan (Yaman), beliau meninggalkan negerinya dan pergi ke Najran untuk ber-mulazamah kepada Abul Husain Majduddin Al-Muayyid dan men-dapatkan faedah darinya, terlebih khusus dalam bahasa Arab. Beliau tinggal di sana selama kurang lebih selama dua tahun, kemudian ber-’azzam untuk ber-rihlah (menempuh perjalanan pent) ke negeri Haramain dan Najd dan belajar pada sebuah madrasah tahfizh Al-Qur’an Al-Karim. Kemudian bertekad lagi untuk safar ke Makkah dan beliau menghadiri durus (halaqoh-halaqoh ilmu pent) di antaranya adalah Syaikh Yahya bin Utsman Al-Baqistani dan Syaikh Al-Qadhi Yahya Asywal dan Syaikh Abdurrazzaq Asy-Syahidi Al-Mahwithi. Lalu beliau masuk ke ma’had Al-Haram Al-Makki dan selesai dari tingkatan mutawasith dan tsanawi beliau pindah ke Madinah dan masuk ke Jami’ah Al-Islamiyah pada fakultas da’wah dan ushuluddin. Saat tiba waktu liburan Syaikh merasa takut kehilangan waktunya, sehingga beliau mengikutsertakan dirinya pada fakultas syari’ah untuk menambah ilmu. Karena materi-materinya saling berdekatan dan sebagiannya sama, maka hal itu dianggap sebagai murajaah (pengulangan) atas yang beliau pelajari di fakultas da’wah. Selesai dari dua fakultas ini, Syaikh berkata, “Aku diberi dua ijazah, namun alhamdulillah aku tidak menghiraukannya, yang terpenting bagiku adalah ilmu.” Setelah selesai dari dua fakultas ini dibukalah di jami’ah untuk tingkatan lanjutan yaitu magister, beliaupun mendaftarkan dirinya dan beliau berhasil dalam ujian penerimaannya yaitu dalam bidang ilmu hadits. Berkata Syaikh, “Setelah ini semua, aku tinggal di perpustakaanku. Hanya beberapa saat berdatanganlah sebagian saudara-saudara dari Mesir, maka aku buka pelajaran-pelajaran dari sebagian kitab-kitab hadits dan kitab-kitab bahasa. Dan masih saja para thalabul ilmi berdatangan dari Mesir, Kuwait, Haramain, Najd, ‘Adn, Hadramaut, Al-Jazair, Libia, Somalia, Belgia dan dari kebanyakan negeri-negeri Islam dan yang lainnya.”
Gunung-gunung dan pasir serta lembah-lembah menjadi saksi bagi Abu Abdirrahman (nama kunyah Syaikh Muqbil pent) dalam penyebaran Sunnah dan kesabarannya dalam menanamkan pada hati manusia serta permusuhannya terhadap bid’ah dengan fadhilah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.


Guru-guru beliau yang paling masyhur :
1. Abdul Aziz As-Subail
2. Abdullah bin Muhammad bin Humaid
3. Abdul Aziz bin Rasyid An-Najdi
4. Muhammad bin Abdillah Ash-Shoumali
5. Muhammad Al-Amin Al-Mishri
6. Hammad bin Muhammad Al-Anshori
7. Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz (beliau pernah hadir mengikuti sebagian halaqoh ilmunya di Haramun Madani yaitu pada kitab Shahih Muslim)
8. Muhammad Nashiruddin Al-Albani (beliau mengambil faidah darinya pada pertemuan khusus para thalabatul ilmi dan pada kesempatan-kesempatan yang lainnya).
Sebagian dari karya-karya Syaikh :
1. Ash-Shahih Al-Musnad min Asbabin Nuzul
2. Al-Ilzamaat wat-Tatabbu’
3. Asy-Syafa’at
4. Ash-Shahih Al-Musnad mimma laisa fish-Shahihaini
5. Ash-Shahih Al-Musnad min Dalaailin Nubuwwati
6. Al-Jami’u Ash-Shahih fil-Qadari
7. Al-jami’u Ash-Shahih mimma laisa fish- Shahihaini (tersusun sesuai dengan bab-bab fiqhiyyah)
8. Tatabbu’u Awhamil Hakim fi al-Mustadrak al-lati lam yunabbih ‘alaiha Adz-Dzahabi ma’a Tarajimi lir-ruwati alladzina laisu min rijali Tahdzibi At-Tahdzib
9. As-Suyufu Al-Bathirat li ilhadi Asy-Syuyuiyyah Al-Kafirah
10. Ijabatu As-Saili ‘an ahammi Al-Masaili
11. Dan beliau juga mempunyai sekitar 33 karya yang lain.
Beberapa murid-murid Syaikh yang menonjol, murid-murid beliau sangat banyak sekali tidak ada yang mengetahui jumlah mereka kecuali Allah, kami sebutkan beberapa di antaranya yang menonjol dari kalangan muallifin (penulis buku), para dai-dai, dan selain mereka :
1. Ahmad bin Ibrahim Abul Ainain Al-Mishri
2. Ahmad bin Sa’id Al-Asyhabi Al-Hajari Abul Mundzir
3. Usamah bin Abdul Latif Al-Kushi, penulis kitab Al-Adzan
4. Abdullah bin Utsman Ad-Damari, beliau terkenal sebagai pemberi ceramah kalangan Ahlussunnah di Yaman
5. Abdul Aziz bin Yahya Al-Bura’i
6. Abdul Mushawwir bin Muhammad Al- Ba’dani
7. Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushobi Abdali
8. Muhammad bin Abdillah Al-Imam Abu Nashr Ar-Raimi
9. Musthofa bin Ismail Abul Hasan As- Sulaimani Al-Maghribi
10. Musthofa ibnul Adawi Al-Mishry
11. Yahya bin Ali Al-Muri
12. Abdur Raqib bin Ali Al-Ibbi
13. Qasim bin Ahmad Abu Abdillah At-Taizi
14. Jamil bin Ali Asy-Syaja’ Ash-Shobari
15. Ali bin Abdillah Abul Hasan Asy-Syaibani
16. Auf bin Abdillah Al-Bakkari Abu Harun
17. Utsman bin Abdillah Al-Utmi
18. Ummu Abdillah binti Muqbil bin Hadi al-Wadi’i, penulis kitab Ash-Shahihul Musnad min Asy-Syamaili Al-Muhammadiyyah dan yang lainnya.

SEJARAH JALAN HIDUP ABDUL AZIZ ALU SYAIKH





Nama, nasab dan lahirnya
Abdul Aziz bin Abdullah bin Muhamad bin Abdul Lathif bin Abdurrahman bin Hasan bin Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
Beliau diangkat oleh Sang Raja untuk menjadi Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi dan Ketua Komite Ikatan Ulama Senior dan Urusan Riset Ilmiah dan Fatwa, jabatan tersebut adalah setingkat menteri.
Beliau dilahirkan di Makkah pada tanggal 3/12/1362 H.
Pertumbuhan dan perjalanan ilmiah beliau
Ayahnya meninggal dunia pada tahun 1370 H, saat itu beliau masih sangat belia, karena ketika ayahnya wafat, umur beliau belum genap delapan tahun. Akan tetapi beliau memiliki kelebihan dan kecerdasan yang luar biasa, beliau menyelesaikan hafalan al-Qur’an pada tahun 1373 H, usianya ketika itu sekitar 11 tahun. Hafalan itu didapatnya atas bantuan dari gurunya, Syaikh Muhammad bin Sinan. Kemudian beliau belajar kepada Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, seorang Mufti Tanah Saudi, beberapa kitab, seperti kitab tauhid, ushul tsalatsah dan al-Arba’in an-Nawawiyah. Kesibukan itu beliau lakukan kurang lebih selama enam tahun dari tahun 1374 H sampai tahun 1380 H.
Beliau juga belajar kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, yang menjadi Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi waktu itu, beliau menimba ilmu darinya tentang ilmu faraidh (warisan), nahwu dan tahuid. Hal itu beliau lakukan pada tahun 1379 H. Pada tahun 1375 H- 1376 H, beliau belajar kitab Umdatul Ahkam dan Zaadul Mustaqni’ kepada Syaikh Asy-Syatsri. Dan pada tahun 1374 H beliau menempuh pendidikan formal di Ma’had Imam Ad-Dakwah Al-Ilmi di Riyadh. Setelah lulus darinya, beliau melanjutkan pendidikan tingginya di Fakultas Syariah di Riyadh. Gelar license (Lc) beliau dapatkan dari jurusan ilmu syar’i dan bahasa arab dari Universitas tersebut pada tahun ajaran 1383/1384 H.
Setelah itu beliau diangkat menjadi tenaga pengajar (guru) di Ma’had Imam Ad-Dakwah Al-Ilmi di Riyadh dari tahun 1384 H sampai tahun 1392 H. Setelah itu beliau pindah menjadi pengajar (dosen) di fakultas syariah di Riyadh yang merupakan cabang Universitas Imam Muhammad bin Saud, beliau merupakan Lektor Kepala di Universitas tersebut. Disamping mengajar, beliau juga sibuk menjadi pembimbing dan penguji terhadap makalah tesis maupun disertasi dari semua fakultas syariah, Ushuludin, dan Ma’had Ali Li Al-Qadha yang merupakan cabang Universitas Imam Muhammad bin Saud, Fakultas syariah cabang Universitas Ummul Qura yang ada di Makkah.
Selain sibuk sebagai tenaga pengajar di Ma’had Ali Li Al-Qadha di Riyadh, anggota dan pengisi majelis-majelis ilmu di Universitas tersebut. Pada bulan syawal tahun 1407 H, beliau diangkat sebagai anggota lembaga Ikatan Ulama Senior. Beliau juga merupakan seorang pengisi khutbah jum’at dan imam di Masjid Jami’ Syaikh Muhammad bin Ibrahim di kota Dakhnah di Riyadh sepeninggalan Syaikh Muhammad bin Ibrahim, yaitu pada tahun 1389 H. Pada bulan ramadhon beliau menjadi Khatib di Masjid Jami’ Al-Kabir di Riyadh. Kemudian pada tahun 1402 H, beliau dipilih untuk menjadi Imam sekaligus khatib di Masjid Namrah di Arafah, dan pada bulan ramadhon tahun 1412 H, beliau dipilih menjadi imam dan khatib di Masjid Jami’ Turki bin Abdullah di Riyadh.
Di samping sering mengikuti seminar, menjadi penceramah dan mengisi pengajian, beliau memiliki antusiasme yang luar bisa dalam menghadiri pertemuaan-pertemuan ilmiah lainya, beliau juga aktif dalam acara-acara agama yang ada di radio maupun televisi.
Beliau dikaruniai empat anak laki-laki, mereka adalah:
  1. Abdullah, ia sedang menulis disertasi di Ma’had Ali Li Al-Qadha
  2. Muhammad, semester empat di fakultas ushuludin
  3. Umar, masih dibangku Sekolah Menengah Atas kelas dua
  4. Abdurrahman, Kelas dua di Sekolah Menengah Pertama
Kesibukan akademis anak-anaknya yang disebutkan di atas adalah saat biografi ini ditulis.
Sifat-sifat beliau
Adapun sifat yang dimiliki oleh beliau adalah sifat-sifat terpuji yang sudah menjadi hiasannya semenjak kecil, seperti wara’, takwa, ikhlas, suka memberi nasihat kepada para pemimpin dan juga kaum muslimin secara umum, mencintai manusia, lemah lembut kepada mereka, khususnya kepada para penuntut ilmu.
Jenjang karir dan akdemis beliau
Adapun jenjang karir akademik beliau ialah:
  1. Menjadi dosen di Ma’had Imam Ad-Dakwah Al-Ilmi tahun 1/7/1384 H
  2. Dosen asisten ahli di fakultas syariah tahun 7/5/1399 H
  3. Lektor kepala di fakultas syariah tahun 13/11/1400 H
  4. Kemudian meninggalkan jabatannya dari Universitas tersebut pada tanggal 15/7/1412 H karena ditunjuk menjadi anggota pemberi fatwa di komisi riset ilmiah dan fatwa dengan keluarnya surat keputusan no 1/76 tertanggal 15/7/1412 H.
  5. Pada tanggal 25/8/1416 keluar surat keputuasan dari kerajaan dengan no. 838 tentang penunjukkan dirinya sebagai wakil mufti agung Kerajaan Arab Saudi
Setelah yang mulia Syaikh Abdul Aziz bin Baaz meninggal dunia, keluar lagi surat keputusan Kerajaan dengan no. a/20 tertanggal 29/1/1420 H tentang pengangkatan dirinya sebagai Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi dan sebagai ketua Komite Ikatan Ulama Senior, riset ilmiah dan fatwa.

Atas kerja sama yang terjalin baik dengan pihak Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, interaksi ilmiah beliau tetap terjalin baik dengan pihak Universitas meskipun beliau telah keluar dari lembaga tersebut. Hal itu dilakukan dari sela-selanya mengajar di Ma’had Ali Li Al-Qadha, pembimbing penulisan tesis dan disertasi. Tulisan terakhir yang beliau uji adalah tulisan disertasi di fakultas Ushuludin pada hari rabu tanggal 26/1/1420 H.
Demikianlah selayang pandang tentang perjalanan hidup beliau yang memiliki andil sangat besar dan bermanfaat bagi umat islam di seluruh dunia. Semoga Allah menjaga beliau dan semua anggota keluarganya, mengampuni kedua orang tuanya dan membalas kerja keras beliau dalam mengemban risalah dakwah di muka bumi ini dengan balasan yang berlipat dan lebih baik lagi. Semoga perjalanan singkat ini bisa menjadi secercah cahaya yang membangkitkan semangat kaum muslimin, khususnya para penuntut ilmu agar semakin tekun dan semangat dalam menimba ilmu, mengamalkan dan mendakwahkannya. Wallohu a’lam bishowab

Khutbah di Arafah





Ibunya pernah mendoakannya, “Semoga Allah memberkahimu dan menjadikanmu memiliki peranan di dunia Islam”.
———————————————————————————–
Di antara rangkaian ibadah haji adalah berkumpulnya jamaah di Arafah. Mereka wukuf di sana, berdzikir mengagungkan Allah, berdoa, dan memohon ampunan kepada-Nya hingga matahari terbenam. Dahulu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisi ibadah di Arafah dengan berkhutbah, memberi nasihat kepada para sahabatnya. Tempat beliau berkhutbah tersebut sekarang dibangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Namirah.
Sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, umatnya saat ini pun mencontoh beliau dengan mengadakan khutbah di tempat yang sama, di Masjid Namirah.
Selama 34 tahun ini, jamaah haji di seluruh dunia menyaksikan sosok laki-laki yang sama, yang berkhutbah di Masjid Namirah pada hari Arafah, memberi nasihat kepada umat Islam dunia tentang agama mereka. Beliau adalah mufti agung Kerajaan Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah alu Syaikh hafizhahullah.
Mengenal Masa Pertumbuhan Sang Mufti
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah alu Syaikh lahir di Kota Mekah pada tahun 1941. Dilihat dari sistim yang berlaku di kerajaan Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz berasal dari keluarga yang terpandang, keluarga yang dikenal dengan keshalehan dan keilmuan. Karena ia merupakan cucu dari Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah, seorang ulama yang turut memiliki andil besar mendirikan Kerajaan Arab Saudi.
Saat berusia 8 tahun, Syaikh Abdul Aziz kecil telah menjadi seorang anak yatim. Ayahnya wafat meninggalkannya. setelah itu, ibunya lah yang mendidik dan membesarkannya. Meskipun single parent, sang ibu berhasil mendidik putranya untuk menghafal Alquran. Abdul Aziz kecil berhasil menghafalkan kitab suci yang mulia itu pada saat berusia 11 tahun. Ibunya mendidiknya untuk cinta mendalami ilmu agama. Kemudian membina serta mendoakan sang anak agar menjadi pribadi yang mulia.
Saat beranjak remaja, Syaikh Abdul Aziz mulai mengalami gangguan pada penglihatannya. Sedikit demi sedikit pandangannya berkurang. Akhirnya nikmat melihat benar-benar hilang darinya secara total saat ia menyelesaikan pendidikan pasca sarjana dalam bidang dakwah di Universitas Muhammad bin Suud, Riyadh.
Di usia ke-19, Abdul Aziz Alu Syaikh mengenyam pendidikan di Fakultas Syariah Universitas Muhammad bin Suud. Di sana beliau memperoleh gelar pendidikan dalam bahasa Arab dan ilmu-ilmu syariat. Setelah itu, ia diangkat menjadi staf pengajar di lembaga-lembaga pendidikan di Riyadh dan di Fakultas Syariah, Universitas Muhammad bin Suud. Kemudian selama hampir seperempat abad menjabat sebagai imam dan khotib di Masjid Abdullah bin Imam Turki, Riyadh.
Doa Ibu Yang Menjadi Nyata
Tidak banyak yang tahu, ternyata salah satu yang sangat berperan dalam perjalanan kehidupan Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh adalah doa ibunya. Saat berusia 17 tahun, Syaikh Abdul Aziz remaja mulai mengalami gangguan penglihatan. Saat itulah ibunya menghiburnya, menasihatinya untuk bersabar dan tidak bersedih atas cobaan yang Allah berikan kepadanya. Ibunya berdoa, “Semoga Allah memberkahimu dan menjadikanmu memiliki peranan di dunia Islam”.
Doa sang ibu, seolah-olah menjadi tenaga ekstra yang memacu semangat belajar Abdul Aziz muda. Ketekunannya kian bertambah dan terus bertambah. Ia juga memiliki semangat yang luar biasa mendakwahkan dan membina umat di sekitarnya. Sampai akhirnya, doa sang ibu benar-benar terlihat, anaknya yang Allah cabut kenikmatan memandang ini berdiri di tengah umat Islam di seluruh dunia berkhutbah di ritual ibadah yang mulia di hari yang mulia. Ya, beliau menjadi khotib di Masjid Namirah di hari Arafah.
Syaikh Abdul Aziz yang kini berusia 73 tahun, pertama kali menyampaikan khutbah Arafah pada tahun 1402 H. Kemudian tugas tersebut terus beliau emban, bahkan selama mufti agung kerajaan dijabat oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah.
Tidak hanya menjadi khotib di Arafah, keajaiban doa sang ibu pun terus berlanjut. Anaknya yang ia doakan menjadi orang yang berperan dalam dakwah Islam ini diangkat menjadi mufti agung kerajaan menggantikan Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang wafat pada 13 Mei 1999. Selain itu, beliau juga menyandang jabatan sebagai ketua dewan ulama senior dan komite fatwa Arab Saudi.



Jamaah haji mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar dengan jamak taqdim dan diqashar di Masjid Namirah
Jamaah haji mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar dengan jamak taqdim dan diqashar di Masjid Namirah
Pada saat hari Arafah kemarin, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah alu Syaikh mengatakan, “Saat ini, saya berdiri di suatu tempat dimana dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri memberi nasihat kepada para sahabatnya dalam haji wada’. Mencontoh sunnah beliau, saya mendapatkan sebuah amanah yang sangat besar. Memberikan khutbah di hari Arafah yang tidak hanya didengar oleh 3 juta jamaah haji, tetapi juga disaksikan oleh sekitar 1.5 milyar umat Islam di seluruh dunia”.
Dahulu, dari tempat yang sama, di Masjid Namirah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan sekitar 100.000 orang sahabatnya pada haji wada’. Menasihati mereka tentang pokok-pokok ajaran Islam. Menasihati tentang mentauhidkan Allah dan berwasiat tentang ketakwaan. Karena takwa adalah parameter kemualiaan seseorang bukan yang lainnya.
Khutbah Arafah
Meskipun memiliki keilmuan yang mumpuni, Syaikh Abdul Aziz sama sekali tidak menganggap remeh tugas khotib Arafah yang dimanahkan kepadanya. Ia menyusun khutbah Arafah selama dua bulan. Setelah Ramadhan, ia menelaah semua khutbah yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada haji wada’. Kemudian menghadapkannya dengan permasalahan-permasalahan kontemporer yang dihadapi oleh umat Islam masa kini. Lalu memfatwakan solusi ideal yang hendaknya ditempuh oleh kaum muslimin.
Satu bulan sebelum prosesi haji, di bulan Dzul Qa’dah, beliau mengadakan diskusi dengan para ulama senior lainnya tentang masalah-masalah kontemporer di dunia Islam. Beberapa hari sebelum prosesi haji dimulai, beliau –semoga Allah menjaganya- menghafalkan teks khutbah yang sudah ia susun. Kemudian mengulang-ulangnya beberapa kali. Diceritakan bahwa beliau sangat sedikit tidur menjelang khutbah Arafah dan tidak juga makan sebelum berkhutbah.



Jamaah haji dari berbagai penjuru negeri mendengarkan khutbah Arafah di Masjid Namirah
Jamaah haji dari berbagai penjuru negeri mendengarkan khutbah Arafah di Masjid Namirah
Saat berkhutbah, beliau benar-benar menghayati apa yang ia sampaikan. Demikian juga saat berdoa di hari mulia itu. Dengan penuh ketulusan beliau panjatkan doa untuk kebaikan umat Islam di seluruh dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir, topik utama khutbah-khutbahnya fokus pada pemurnian ajaran Islam dan perbaikan umat Islam serta menjelaskan posisi tegas Islam melawan ekstremisme dan terorisme. Isu utama di dunia Islam semisal Palestina dan Suriah juga menjadi topik besar lainnya yang tidak luput dari perhatian beliau.
Beliau memberikan sebuah solusi bagi umat Islam menghadapi krisis ekonomi global, peringatan terhadap bahaya penyalahgunaan saluran televisi dan internet, khususnya bagi generasi muda. Tentu saja, solusi-soulusi dan nasihat-nasihatnya selalu ia ikuti dengan mengutip dalil-dalil dari Alquran dan hadits.
Semoga Allah senantiasa menjaga beliau di atas ketaatan. Dan semoga Allah memberikan kemanfaatan untuk umat Islam melalui dirinya.









Sejarah Jalan Hidup Syekh Al-Sudais 

Jadi Pejabat Setingkat Menteri

Syekh Al-Sudais Jadi Pejabat Setingkat Menteri
Syaikh Abdul Rahman Al-Sudais
MAKKAH-- Imam besar Masjidil Haram, Syekh Abdul Rahman Al-Sudais  diangkat oleh Kerajaan Arab Saudi sebagai pejabat Kerajaaan setingkat menteri di negara tersbut. Pengangkatan Al-Sudais yang dikenal dengan bacaan Alqurannya yang sangat merdu itu berlangsung Selasa (8/5) di Royal Court Makkah.

Jabatan yang diamanahkan kepada Syekh Al-Sudais sebagai Kepala Dua Tanah Suci Umat Islam, yaitu Makkah dan Madinah. Jabatan tersebut setingkat dengan menteri di negara tersebut. Pengangkatannya itu untuk menggantikan Sheikh Saleh Al-Hosain yang dahulu menjabat.

"Kami telah menerima permintaan Syekh Saleh Al-Hosain untuk dibebastugaskan dari posisinya sebagai Kepala Dua Masjid Suci (Masjidil haram dan Masjid Nabawi) karena alasan kesehatan beliau. Sebagai pengganti beliau, kami menunjuk Syekh Abdurrahman Al-Sudais di tempatnya." ungkap Raja Abdullah yang bertitel sebagai Pelayan Dua Masjid Suci (Makkah dan Madinah) dalam sebuah dekrit kerajaan.

Syaikh Al-Sudais lahir di Riyadh pada tahun 1382H. Beliau telah menamatkan hafalan Alqurannya ketika masih berumur 12 tahun. Ia dibimbing langsung oleh Syekh Abdul Rahman Al-Firyan, seorang ulama yang terkenal di Arab saudi hingga Al-Sudais lulus dari Fakultas Syariah di Riyadh pada 1403H.

Beliau pernah belajar dibawah bimbingan Syaikh Saleh Al-Nasser, Syaikh Abdul Aziz Al-Asheikh (mufti sekarang), Syaikh Saleh Al-Atram, Syaikh Abdullah Al-Jibrin dan Syaikh Abdul Aziz Al-Dawood dan beberapa ulama terkenal lainnya. Beliau juga sangat dekat dengan mantan Mufti Syaikh Abdul Aziz Binbaz.

Pada 1404H, Syaikh Al-Sudais diangkat menjadi imam dan khatib Masjidil Haram Makkah. Pada tahun 1408H ia menerima gelar master dari Imam Muhammad bin Saud Islamic University di Riyadh. Selain menjadi imam di Masjidil haram Makkah, waktu itu ia juga menjadi dosen di Sekolah Tinggi Syariah di Umm Al-Qura University yang kemudian memberikannya gelar doktor pada tahun 1416H.

Syaikh Al-Sudais sangat aktif memberikan kuliah tentang topik keislaman. Beliau juga sering memberikan panduan bagi jamaah haji selama musim haji berlangsung.

Beliau juga aktif memberikan kuliah umum diberbagai universitas di negara-negara islam. Selama dua tahun terakhir ini beliau sudah mengunjungi India, Pakistan, Malaysia, Inggris dan juga Indonesia. Beliau pernah datang ke Universitas LIPIA Jakarta untuk memberikan kuliah umum bagi mahasiswa-mahasiswa Indonesia.


Sejarah Jalan Hidup syaikh-abdullah-bin-jibrin




Beliau adalah Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ibrahim bin Fahd bin Hamad bin Jibrin.
Syaikh Ibnu Jibrin dilahirkan pada tahun 1352 H di salah satu perkampungan daerah al-Quwai’iyyah dan tumbuh berkembang di kota ar-Rin. Beliau mulai belajar pada tahun 1359 H sekalipun terlambat menyelesaikan studinya dari waktu yang semestinya karena tidak adanya madrasah tingkat lanjutan di sana. Akan tetapi, beliau dapat menekuni al-Qur’an saat berusia 12 tahun, belajar menulis dan kaidah imla’ secara tradisional. Kemudian beliau mulai menghafal al-Qur’an sehingga berhasil mengkhatamkannya pada tahun 1367 H. Sebelum itu, beliau sudah belajar dengan metode al-Qira’ah dasar-dasar ilmu dan beliau memulainya dari ayahnya, yaitu awal kitab al-Ajrumiyyah dalam ilmu Nahwu. Demikian juga, Matn ar-Rahbiyyah di dalam Ilmu Faraidh, kitab al-Arba’in an-Nawawiyyah di dalam Ilmu Hadits secara hafalan dan kitab ‘Umdah al-Ahkam di dalam Ilmu Fiqh dan berhasil menghafal sebagiannya. Setelah sempurna hafalan al-Qur’annya, be-liau mulai belajar dengan metode yang sama kepada guru beliau, Syaikh Besar Abdul Aziz bin Muhammad Abi Habib asy-Syatsri, setelah itu kepada Syaikh Shalih bin Muthlaq dan Syaikh Muhammad bin Ibrahim Ali Syaikh.
Dalam studi formal, beliau juga belajar dengan metode al-Qira’ah tersebut kepada sejumlah ulama seperti Syaikh Ismail al-Anshari, Syaikh Abdul Aziz bin Nashir bin Rasyid, Syaikh Hammad bin Majd al-Anshari, Syaikh Muhammad al-Baihani dan Syaikh Abdul Hamid Ammar al-Jaza’iri.
Pada jenjang Magister, beliau belajar dengan metode yang sama kepada banyak ulama besar seperti Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid, Syaikh Abdurrazzaq Afifi (salah seorang ulama besar terkenal), Syaikh Manna’ al-Qaththan, Syaikh Umar bin Matrak rohimahullah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Buhairi, Syaikh Muhammad Hijazi, pengarang buku ‘at-Tafsir al-Wadhih’ (dari Mesir), Syaikh Thaha ad-Dasuqi al-Arabi (dari Mesir juga) yang memiliki wawasan keil-muan yang luas, banyak melakukan penelitian dan menghafal disertai kefasihan dan pandai dalam ilmu Bayan, serta para ulama lainnya.
Beliau juga banyak menimba ilmu dari para syaikh lainnya da-lam studi non formal, di antaranya yang paling masyhur, yang mulia asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahullah yang selalu beliau hadiri kebanyakan pengajiannya yang diadakan di al-Jami’ al-Kabir (Masjid Raya) di Riyadh. Juga, Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Muhaizi’ dan Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Huwaimil.
Jabatan Dan Tugas Yang Pernah Diemban
Beliau pernah diutus ke perbatasan utara bersama para da’i lainnya pada awal tahun 1380 H atas perintah Raja Su’ud dan persetujuan dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim serta diketuai oleh guru beliau, Syaikh Abdul Aziz asy-Syatsri n. Juga ikut, sebagian syaikh-syaikh yang lain, misi itu berlangsung selama empat bulan.
Beliau juga pernah diangkat sebagai pengajar pada Ma’had Imam ad-Da’wah pada bulan Sya’ban tahun 1381 H hingga tahun 1395 H.
Pada tahun 1395 H, beliau pindah ke Fakultas Syariah di Riyadh dan mengajar materi Matn at-Tadammuriyyah dan lainnya.
Pada tahun 1402 H pindah lagi ke Ri’asah al-Buhuts al-’Ilmiyyah Wa al-Ifta’ Wa ad-Da’wah Wa al-Irsyad (pimpinan pusat pengkajian ilmiah, penggodokan fatwa, dakwah dan penyuluhan) sebagai anggota Majlis Fatwa. Tepatnya, fatwa-fatwa lisan, via telepon, menulis fatwa-fatwa mendesak, penyelesaian pembagian masalah-masalah faraidh dan mengkaji fatwa-fatwa al-Lajnah ad-Da’imah (Lembaga Tetap) yang layak dipublikasikan serta membaca kajian-kajian yang disodorkan ke majalah untuk kelayakan penerbitannya atau tidak. Beliau masih tetap melakukan aktifitas ini hingga berakhirnya masa pengabdian beliau di Dar al-Ifta’.

Tugas-Tugas Lainnya

Syaikh Ibnu Jibrin melakukan banyak aktifitas dakwah yang beragam dalam skala harian atau mingguan seperti berkhuthbah, mengisi kajian, berceramah, berfatwa dan menjawab konsultasi-konsultasi.
Karya-Karya Tulisnya
Karya tulis pertamanya adalah berupa tesis yang diajukan untuk meraih gelar ‘Magister’ pada tahun 1390 H berjudul ‘Akhbar al-Ahad Fi al-Hadits an-Nabawy’ dan berhasil meraih prestasi ‘Istimewa’.
Karya-karya tulis lainnya:
  • التدخين؛ مادته وحكمه في الإسلام
  • الجواب الفائق في الرد على مبدل الحقائق
  • الشهادتان؛ معناهما وما تستلزمه كل منهما
  • التعليقات على متن اللمعة
  • Disertasi Doktoral berjudul :
  • تحقيق شرح الزركشي على مختصر الخرقي
(Disertasi ini hanya terbatas pada awal syarah bab tentang Nikah dalam bentuk ‘Studi dan Analisis’).

Setelah menyelesaikan disertasi tersebut dan telah meraih gelar ‘Doktor’, beliau meneruskan studi dan analisis terhadap buku tersebut hingga selesai dan dicetak oleh percetakan perusahaan ‘al-’Ubaikan untuk penerbitan dan pendistribusian’ yang terdiri dari 7 jilid besar.
Belum lagi ditambah dengan berbagai risalah dan buletin yang dicetak beberapa kali dalam momentum-momentum tertentu seperti musim haji, Ramadhan dan lainnya.
Semoga Allah menganugerahkan penjagaanNya terhadap Syaikh kita ini dan menjadikan dirinya dan ilmunya bermanfaat bagi Islam dan kaum Muslimin.






SEJARAH JALAN HIDUP SYAIKH AS SURAIM



“Tidaklah seseorang dikatakan sebagai orang yang termasuk pecinta dan pendengar setia Al-Qur’an Al-Karim, apabila ia tidak mengenal ‘Imam Besar Masjid al-Haram’, atau tidak mengenal suaranya di antara ratusan suara para imam yang ada… walaupun baik, indah dan istimewa suara mereka….
Tidak lain karena bacaan Syaikh Su’ud asy-Syuraim, memiliki khas tersendiri bagi kaum muslimin di timur ataupun barat…. “

Beliau adalah termasuk salah satu imam, qori’ dan khatib Masjidil Haram yang populer lagi masyhur yang memiliki kedudukan tinggi dan didengar (nasihatnya) dikalangan masyarakat muslim. Kedudukan seperti itu merupakan kehormatan istimewa bagi imam-imam Masjidil Haram.
Kelahiran Beliau
Beliau adalah ‘Su’ud bin Ibrahim bin Muhammad Alu Syuraim’ dari Qohthan, sebuah kabilah yang berada di kota Syaqraa’ di daerah Najed, Saudi Arabia.
Beliau dilahirkan di kota Riyadh pada tahun 1386 H.
Perjalanan Ilmiyah Beliau
Beliau belajar di Madrasah ‘Urain ketika di tingkat ibtidaiyah, dan tingkat mutawasithah di Madrasah An-Namudzajiyah, kemudian tingkat tsanawiyah di ‘Al-Yarmuk asy-Syamilah, dan selesai dari Madrasah tersebut tahun 1404 H. kemudian melanjutkan di kuliah Ushuluddin di Universitas Muhammad Ibnu Su’ud Al-Islamiyah di Riyadh jurusan Aqidah dan al-Madzhab al-Mu’shirah, selesai tahun 1409 H. kemudian beliau melanjutkan ke tingkat Megester tahun 1410 H. di Ma’had al-Ali lilQadha’ selesai tahun 1413 H.
Guru-Guru (Masyayikh) Beliau
Syaikh Su’ud Asy-Syuraim juga belajar khusus (talaqqi) kepada para masyayikh terkemuka di halaqah-halaqah mereka, diantaranya:
  • Syaikh al-Allamah Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah, berbagai matan kitab ketika halaqah ba’da subuh di masjid Jami’ Al-Kabir Riyadh.
  • Syaikh al-Allamah Abdullah bin Abdurrahman bin Jibriin Hafizhahullah, dengan kitab Manarus Sabiil tentang fiqh, Al-I’tisham karya Imam Asy-Syathibi, Lum’atul I’tiqad, karya Ibnu Quddamah, kitab at-Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, dan Fiqh al-Ahwaal asy-Syakhshiyyah di Ma’had ‘Ali lilQadhaa’ ketika beliau mengambil magester.
  • Beliau juga membaca kitab ‘Hasyiah ar-Raudh al-Murbi’ tentang fiqh madzhab Hambali, dan Tafsir Ibnu Katsir’ dihadapan Syaikh al-Faqiih Abdullah bin Abdul Aziz bin ‘Aqiil (agar beliau menyimaknya)
  • Demikian pula beliau juga talaqqi kepada Syaikh Abdurrahman al-Barrak, dengan kita Ath-Thahawiyah, dan At-Tadmuriyah.
  • Kepada Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi, tentang Syarh kitab Ath-Thahawiyah
  • Kepada Syaikh Fahd al-Humain, juga tentang Syarh kitab Ath-Thahawiyah
  • Syaikh Abdullah al-Ghudyan (anggota hai’ah kibaril ulama) tentang ‘al-Qawaid al-Fiqhiyah, kitab al-Furuuq, ketika masih belajar di Ma’had ‘Ali lilQadaa’
  • Dan Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan (anggota hai’ah kibaril ulama), tentang Fiqh albuyu’ (jual beli) ketika masih belajar di Ma’had ‘Ali lilQadaa’.
Pintu yang Terbuka dan Lapang Dada
Sudah masyhur bahwa Syaikh Su’ud Asy-Syuraim adalah seorang qori’ yang mutqin terhadap al-Qur’an al-Karim, yang mana hal itu disaksikan oleh setiap yang shalat dibelakang beliau, beliau juga dikenal sebagai orang yang betul-betul menuangkan seluruh waktunya ketika masih muda hanya untuk menghafal dan menjaga al-Qur’an. Sampai-sampai beliau hafal surat an-Nisaa’ ketika beliau menunggu dilampu merah.
Demikian pula siapa saja dapat menemui beliau dengan mudah untuk bertanya atau meminta fatwa darinya, yaitu dengan memasuki ruanganya di Masjidil Haram setelah shalat dzuhur. Maka akan didapati penyambutan beliau yang begitu lapang dada, penuh perhatian, dan jawaban yang menenangkan hati.
Sekilas Tentang Beliau
Pada tahun 1412 H. datanglah intruksi Khadimul Haramain yang menunjuk beliau sebagai imam, khatib di Masjidil Haram.
Dan pada tahun 1413 H. beliau ditunjuk oleh Raja untuk menjabat sebagai Qodhi di al-Mahkamah al-Kubra di Makkah al-Mukarramah.
Pada tahun 1416 H. beliau meluangkan waktunya untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Ummul Qura untuk jenjang Dukturah (Doktor), dan beliau mendapatkan nilai ‘Mumtaz’ (istimewa/ summacumlaude) dengan disertasi yang berjudul “Al-Masalik fi al-Manasik Makhzduzdun fi al-Fiqh al-Muqarin lil Kirmani”… dan musyrif pada disertasinya tersebut adalah Syaikh Abdul Aziz Alu asy-Syaikh Mufti ‘Aam Kerajaan Saudi Arabia dan ketua Hai’ah Kibaril Ulama.
Dan pada tahun 1414 H. dikeluarkan kesepakatan dengan menugaskan beliau untuk mengajar di Masjidil Haram.
Karya Beliau
Beliau memiliki banyak karya tulis diantaranya :
  • Kaifiyah Tsubutin Nasab
  • Karamaatul Anbiyaa’
  • Al-Mahdi al-Muntazhar ‘Inda Ahlis Sunnah Wal Jama’ah,
  • Al-Minhaaj Lil ‘Umrah wal Hajj,
  • Wamiidhun Min Al-Haram (Majmu’atu Khuthab),
  • Khalish al-Jimaan Tahzdib Manasik al-Hajj min Adhwaa’il Bayaan
  • Ushulul Fiqh Su’aal wa Jawaab,
  • At-Tuhfah al-Makkiyah Syarh Ha’inah Ibn Abi Dawud al-‘Aqdiyyah
  • Dan Hasyiah ‘Ala Laamiyah Ibn al-Qayyim.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar